ByteDance Mengajukan Tuntutan Sebesar USD1,1 Juta
ByteDance, perusahaan induk TikTok, baru-baru ini mengajukan tuntutan hukum kepada mantan anak magangnya dengan nilai sebesar USD1,1 juta atau sekitar Rp 17,4 miliar. Tuntutan ini muncul sebagai akibat dari sabotase yang dilakukan oleh mantan anak magang terhadap sistem kecerdasan buatan (AI) milik ByteDance.
Kasus Tian Keyu dan Dampaknya di China
Tian Keyu, yang merupakan mantan anak magang ByteDance, diduga melakukan penyerangan terhadap large language model (LLM) sistem AI perusahaan tersebut. Kasus ini menciptakan kehebohan di China, terutama karena negara tersebut sedang berupaya mengembangkan teknologi AI secara independen tanpa bergantung pada teknologi dari Amerika Serikat.
Tuntutan Hukum dan Gugatan di Pengadilan Distrik Haidian
Menurut laporan Legal Weekly, media yang didukung oleh pemerintah China, tuntutan sebesar USD1,1 juta tertera dalam dokumen gugatan yang diajukan di Pengadilan Distrik Haidian, Beijing, China. Kasus hukum antara perusahaan dan mantan anak magang ini menjadi sorotan karena jarang terjadi di China.
Pentingnya Pelatihan LLM AI di Kalangan Raksasa Teknologi China
Pelatihan dalam pengembangan large language model (LLM) AI menjadi sangat penting di kalangan perusahaan teknologi China saat ini. Teknologi yang dimiliki oleh ByteDance diklaim mampu menghasilkan teks, gambar, dan output lainnya dari data yang besar.
Peran Tian Keyu dalam Kasus Sabotase AI
Tian Keyu, yang merupakan mahasiswa pascasarjana di Peking University, diduga secara sengaja melakukan sabotase terhadap LLM AI milik ByteDance. Dia diduga memanipulasi kode dan melakukan modifikasi tanpa izin, yang berdampak pada kerugian perusahaan.
Penanganan Kasus oleh ByteDance
Pada Oktober lalu, ByteDance mengumumkan pengeluaran Tian Keyu dari perusahaan pada bulan Agustus sebelumnya. Meskipun ada rumor yang menyebutkan kerugian perusahaan mencapai jutaan dolar AS dan berdampak pada lebih dari 8.000 unit GPU, ByteDance menegaskan bahwa hal tersebut berlebihan.
Kesimpulan
Dengan kasus ini, terlihat betapa pentingnya perlindungan terhadap teknologi dan kekayaan intelektual perusahaan. Tindakan sabotase dapat menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan dan juga merusak reputasi anak magang yang bertanggung jawab. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan keamanan data dan informasi.