Indonesia Bergabung Sebagai Anggota BRICS: Dedolarisasi dan Dampaknya Bagi Ekonomi
Indonesia baru saja resmi menjadi anggota BRICS, sebuah organisasi ekonomi yang terdiri dari lima negara besar, yaitu Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Keanggotaan Indonesia dalam BRICS membawa dampak yang signifikan terutama dalam upaya dedolarisasi yang menjadi sorotan utama. Dedolarisasi ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap Dolar Amerika Serikat dan memperkuat kedaulatan ekonomi negara-negara anggota.
Upaya Dedolarisasi Indonesia
Sebelum bergabung dengan BRICS, Indonesia telah memulai langkah-langkah dedolarisasi dengan kebijakan Local Currency Settlement (LCS) yang memungkinkan transaksi perdagangan dilakukan langsung menggunakan mata uang lokal tanpa perlu konversi ke Dolar AS terlebih dahulu. Inisiatif ini telah dilakukan Indonesia dalam perdagangan dengan beberapa negara, termasuk Tiongkok.
Mari Elka Pangestu, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki langkah-langkah dedolarisasi sebelum bergabung dengan BRICS. Dengan keikutsertaan dalam BRICS, Indonesia diharapkan dapat mempercepat kebijakan pengurangan penggunaan Dolar AS dalam transaksi ekonomi internasional.
Keuntungan Dedolarisasi Bagi Indonesia
Menurut peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, terdapat empat keuntungan utama bagi Indonesia dalam upaya dedolarisasi. Pertama, Indonesia dapat mengurangi kerentanan ekonomi terhadap gejolak nilai Dolar AS dan kebijakan moneter Amerika Serikat. Kedua, biaya transaksi perdagangan internasional dapat ditekan karena tidak perlu lagi melakukan konversi mata uang.
Ketiga, dedolarisasi dapat membuka jalan bagi penguatan Rupiah sebagai mata uang regional, terutama dalam perdagangan dengan negara-negara BRICS lainnya. Keempat, dedolarisasi dapat meningkatkan kedaulatan ekonomi Indonesia dengan mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan yang didominasi oleh AS.
Risiko Dedolarisasi
Namun, upaya dedolarisasi juga memiliki risiko tersendiri bagi Indonesia. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti risiko sanksi politik dan ekonomi yang dapat diberikan oleh negara barat sebagai dampak dari pengurangan penggunaan Dolar AS. Negara barat bisa mengurangi bantuan atau pinjaman ke Indonesia sebagai tekanan politik dan ekonomi.
Selain itu, Amerika Serikat juga dapat memberikan sanksi langsung kepada Indonesia, seperti mencabut fasilitas-fasilitas kemudahan perdagangan yang dinikmati Indonesia. Ancaman ini menjadi salah satu risiko besar yang perlu diwaspadai dalam upaya dedolarisasi Indonesia.
Ancaman dari Amerika Serikat
Direktur China-Indonesia Desk CELIOS, Muhammad Zulfikar Rakhmat, mengingatkan bahwa Presiden Terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, telah memberikan ancaman terhadap negara-negara BRICS yang berencana melakukan dedolarisasi. Ancaman ini menjadi salah satu tantangan besar bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek maupun menengah.
“Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS,” tambahnya.
Kesimpulan
Dedolarisasi merupakan langkah strategis yang perlu diikuti dengan hati-hati oleh Indonesia. Meskipun memiliki berbagai keuntungan bagi kedaulatan ekonomi, dedolarisasi juga membawa risiko yang perlu diwaspadai. Penting bagi pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil langkah-langkah lebih lanjut terkait dedolarisasi dalam konteks keanggotaan BRICS.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang dampak dedolarisasi dan kesiapan dalam menghadapi risiko yang mungkin timbul, Indonesia dapat memperkuat posisinya dalam kancah ekonomi global dan meningkatkan kedaulatan ekonomi negara.
(kil/kil)