Politik dan Pemilu di Indonesia: Antara Adu Gagasan dan Fitnah
Seiring dengan perkembangan zaman, politik dan pemilu di Indonesia menjadi semakin kompleks dan menarik untuk diamati. Pemilu bukan hanya sekedar wadah untuk menentukan pemimpin negara atau daerah, tetapi juga menjadi ajang adu gagasan dan program antara partai politik. Namun, sayangnya, dalam perjalanan politik tersebut, seringkali terjadi fenomena yang kurang menggembirakan, yaitu adanya fitnah dan penurunan harkat dan martabat manusia.
Adu Gagasan atau Fitnah?
Ironis memang, ketika seharusnya politik adalah ajang adu gagasan dan program untuk melaksanakan tujuan negara, namun seringkali berubah menjadi ajang fitnah dan penyerangan pribadi. Persaingan antar partai politik seringkali berujung pada fitnah, penghinaan, dan intrik yang merugikan. Namun, masyarakat yang cerdas sudah bisa membedakan mana yang negatif dan positif dalam cibiran politik.
Politik Gembira atau Politik Emosional?
Di tengah kesibukan politik yang penuh dengan intrik dan saling serang, masih ada politik yang adem, damai, dan positif. Para pendukung politik yang sehat akan merasakan kegembiraan dalam adu gagasan yang konstruktif. Namun, di sisi lain, politik emosional juga kerap muncul dalam bentuk narasi kebencian, fitnah, dan curiga yang merugikan.
Narasi Kebencian dan Pemisahan Polri dari TNI
Pada tahun 2024, terjadi fenomena yang menarik dalam politik Indonesia. Elite partai politik yang kalah dalam pemilu cenderung membangun narasi kebencian terhadap pihak lain, termasuk Polri. Hal ini tidak hanya merugikan Polri sebagai institusi, tetapi juga melanggar semangat reformasi 1998 yang telah terjadi.
Proses Pemisahan Polri dari ABRI
Pemisahan Polri dari ABRI merupakan proses panjang yang melibatkan berbagai pihak, baik politis maupun yuridis. Reformasi 1998 menjadi tonggak penting dalam pemisahan ini, yang diawali dengan pidato Presiden Soeharto pada Hari ABRI tahun 1997 hingga terbitnya UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penghormatan terhadap Reformasi
Pemisahan TNI dan Polri bukanlah hal yang bisa diubah seenaknya oleh pihak tertentu. Hal ini merupakan buah dari perjuangan reformasi di Indonesia yang melibatkan banyak pihak, mulai dari Presiden Soeharto hingga Megawati Soekarnoputri. Oleh karena itu, upaya untuk mengubah struktur keamanan yang sudah dibangun dengan susah payah merupakan pengkhianatan terhadap semangat reformasi.
Menolak Narasi Kebencian dan Pemisahan Polri
Meskipun narasi kebencian dan pemisahan Polri dari TNI muncul dalam ranah politik, sebagian besar masyarakat Indonesia menolaknya. Para pemimpin politik dan masyarakat secara luas menolak upaya untuk mempengaruhi struktur keamanan yang sudah mapan. Penghormatan terhadap reformasi dan proses pemisahan Polri dari TNI harus tetap dijaga demi kestabilan dan kedamaian negara.
Kesimpulan
Politik dan pemilu di Indonesia memang tidak lepas dari intrik dan permainan kekuasaan. Namun, dalam menjalani proses politik, penting untuk tetap menghormati nilai-nilai demokrasi dan reformasi yang telah terjadi. Fitnah dan narasi kebencian hanya akan merugikan masyarakat dan institusi negara. Mari bersama-sama menjaga kebersamaan dan kedamaian dalam berpolitik demi masa depan yang lebih baik.
Penulis: Kombes Pol (Purn) Slamet Pribadi, Pakar hukum pidana/ dosen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Melalui artikel ini, diharapkan masyarakat Indonesia dapat lebih bijak dalam menghadapi politik yang semakin kompleks. Mari bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan demi kemajuan bangsa.