Prabowo Dukung Suntik Mati PLTU Batu Bara Meski Ditolak Ilmuwan

Presiden Prabowo Subianto Meluncurkan Rencana ‘Suntik Mati’ PLTU Batu Bara

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengungkapkan rencana ambisius untuk mengakhiri penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam waktu 15 tahun ke depan. Keputusan ini menuai dukungan dari berbagai pihak, namun juga mendapat peringatan agar tidak terburu-buru dalam melaksanakannya.

Pendapat Pakar tentang Rencana Prabowo

Profesor Deendarlianto, Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM), menyambut baik rencana Presiden Prabowo tersebut. Namun, ia juga menekankan pentingnya melakukan pertimbangan yang matang sebelum melakukan transisi tersebut.

Menurut Profesor Deendarlianto, pengambilan keputusan terkait energi haruslah dilakukan demi kepentingan nasional. Hal ini disebabkan karena energi merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan suatu negara. Semakin besar akses masyarakat terhadap energi, maka indeks pengembangan manusia juga akan meningkat.

Selain itu, kualitas produktivitas industri juga akan semakin baik dengan adanya akses yang memadai terhadap energi. Oleh karena itu, langkah-langkah dalam merencanakan transisi dari PLTU batu bara ke energi terbarukan haruslah dipertimbangkan secara cermat.

Dukungan terhadap Kebijakan Energi Nasional

Profesor Deendarlianto juga menyatakan dukungannya terhadap Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Rencana tersebut telah dirancang dengan matang, di mana pada tahun 2025, Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia diharapkan mencapai 23%.

Selanjutnya, pada tahun 2050, target penggunaan EBT direncanakan meningkat menjadi 31%, dan pada tahun 2060, Indonesia diharapkan menuju net zero emission. Profesor Deendarlianto berpendapat bahwa strategi terbaik adalah memanfaatkan PLTU hingga umur pakainya habis, dan baru kemudian beralih ke energi terbarukan ketika demand energi meningkat.

Pentingnya Perhitungan Matang dalam Transisi Energi

Meskipun mendukung rencana Prabowo untuk menghentikan penggunaan PLTU dalam 15 tahun, Profesor Deendarlianto juga menekankan pentingnya melakukan perhitungan yang matang sebelum melakukan transisi tersebut. Ia khawatir bahwa jika transisi dilakukan terlalu terburu-buru, hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap industri nasional.

Untuk membangun infrastruktur energi terbarukan, diperlukan investasi yang besar dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, kepadatan energi dari sumber energi terbarukan juga tidak sebesar energi fosil. Oleh karena itu, perhitungan yang matang perlu dilakukan agar biaya energi terbarukan tetap terjangkau dan tidak memberatkan industri.

Kesimpulan

Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan niatnya untuk menghentikan penggunaan PLTU dalam 15 tahun ke depan dan beralih ke energi hijau. Rencana ini mendapat dukungan dari para pakar, namun juga menuntut perhitungan yang matang agar transisi tersebut berjalan lancar dan tidak merugikan industri nasional. Dengan adanya dukungan dan perhitungan yang matang, diharapkan Indonesia dapat mencapai target net zero emission pada tahun 2060.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *