Pemerintah Mau Naikkan Tarif PPN Mulai Tahun 2025: Apa Dampaknya bagi Masyarakat?
Sejak diumumkan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai tahun 2025, banyak reaksi bermunculan dari masyarakat. Dari rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, masyarakat mengkhawatirkan dampaknya terhadap kenaikan harga barang dan penurunan daya beli.
Rencana kenaikan PPN tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 atau UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah berharap kenaikan PPN dapat meningkatkan penerimaan negara, dengan Kementerian Keuangan memprediksi potensi penerimaan negara sebesar Rp 75 triliun saat PPN naik menjadi 12%.
Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa pemerintah seharusnya mempertimbangkan alternatif lain untuk meningkatkan penerimaan negara. Salah satunya adalah dengan menerapkan pajak yang lebih progresif kepada orang kaya di Indonesia. Menurut laporan Center of Economic and Law Studies (Celios), penerapan pajak orang kaya dapat menghasilkan pendapatan negara senilai Rp 81,6 triliun.
Selain itu, pemerintah juga dapat memperhatikan instrumen pajak baru seperti pajak karbon yang memiliki potensi penerimaan hingga Rp 69 triliun. Pajak windfall profit dari usaha komoditas yang mengalami kenaikan harga, seperti produksi batu bara, juga dapat menjadi sumber pendapatan negara yang signifikan, mencapai Rp 47 triliun.
Penerapan pajak penghasilan (PPh) Badan yang lebih progresif serta penutupan kebocoran pajak pada sektor digital dan pajak sawit yang mencapai Rp 300 triliun juga menjadi langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara.
Laporan Celios juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap rencana kenaikan PPN. Direktur Hukum Celios, Mhd Zakiul Fikri, menyarankan agar pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mendorong inisiasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terhadap rencana kenaikan PPN dalam UU HPP.
Menurut Zakiul, keberadaan Perppu dalam politik regulasi Indonesia bukan hal yang langka, dengan 8 jenis Perppu diterbitkan selama 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa pembatalan atau modifikasi kebijakan yang sudah ada adalah hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah.
Dengan adanya berbagai alternatif tersebut, pemerintah diharapkan dapat menemukan solusi yang lebih adil dan tidak langsung membebani masyarakat kecil. Dengan pendekatan yang lebih progresif dalam pengelolaan pajak, diharapkan penerimaan negara dapat meningkat tanpa harus memberikan beban tambahan kepada masyarakat.
Pemerintah Presiden Prabowo Subianto juga diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan pajak di sektor lain, sehingga potensi penerimaan negara dapat lebih optimal. Dengan langkah-langkah yang tepat dan progresif, pemerintah dapat mencapai tujuan meningkatkan penerimaan negara tanpa merugikan masyarakat luas.